Kenapa masalah perut begitu rumit? Mengapa hanya untuk memenuhi penampung 1 liter makanan saja harus melanggar ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Allah SWT?
Fitrah Manusia
Pada dasarnya perut merupakan satu bagian dari bagia-bagian tubuh manusia, Seperti anggota tubuh lainya, perut mempunyai peran penting, organ yang satu ini selain tempat menampung dan mencerna makanan, juga menjadi tempat terjadinya metabolisme tubuh.
Secara fungsional seperti itulah tugas perut kita, sebagai tempat untuk memproses makanan sehingga makanan bisa diserap dan mampu dimanfaatkan oleh organ-organ tubuh kita yang lain.
Namun, bila kita cermati lebih mendalam, organ yang satu ini sangat aneh, kendati berdiameter kecil, tetapi bila kemauannya senantiasa dituruti, maka seluruh isi dunia ini akan pula ditelan habis.
awalnya hanya mencari sepiring nasi, lalu keinginan menyimpan untuk hari esok, meningkat lagi ingin menimbun untuk hari tua, bahkan keinginan mewariskan untuk anak keturunan hingga generasi ke-7.
Tak ayal berangkat dari perut ini muncullah ideologi kapitalisme dan imperialisme, manusia menguasai manusia, manusia memperbudak sesamanya. Dari dahulu hingga detik ini.
Karena tak terbatasnya “bahasa perut” ini, lebih dari 30 ayat dalam al-Qur’an menyebut pentingnya umat Islam menjaga dan memperhatikan makanannya. Islam menginginkan agar kaum muslimin sebagai umat terbaik tetap terpelihara.
Maka dari setiap suap makanan yang masuk kedalam perut mereka, diharapkan menambah kebaikan dan kemuliaannya. Hasilnya adalah ketakwaan dan amal sholeh. al-Qur’an menjelaskan diantaranya,”Hai orang-orang yang beriman! Makanlah diantara rezeki yang baik-baik kami beikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.”(al-Baqoroh[2]: 172.
Allah memberikan tuntunan yang demikian detil karena keinginan perut kerap melampui batas. Maunya aneh-aneh, inginnya berpetualang ke penjuru rasa, jenis dan jumlahnya pun kalau bisa tidak terbatas.
Dalam kitab Minhaj al-'Abidin, Imam Ghazali mengingatkan agar seorang Muslim mampu menjaga perutnya, terutama dari dua hal ini. Pertama, dari semua perkara yang haram dan syubhat. Kedua, dari berfoya-foya atau berpuas-puas diri meskipun dari perkara yang halal.
Larangan pertama harus dijauhi, karena dalam Islam pemakan barang haram diancam dua keburukan besar. Pertama, siksa api neraka. Firman Allah, ''Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).( An-Nisa' [3]: 10).
Kedua, ibadah dan kebaikannya tertolak (mathrud). Hal ini karena Allah SWT adalah Allah Yang Mahasuci. Ia tidak akan menerima kecuali hamba-Nya yang suci. Pemakan barang haram, karena kotor tak mungkin mendapat ridha Allah, meski ia beribadah siang dan malam. Sabda Rasulullah SAW, ''Siapa makan barang haram, maka Allah tidak akan menerima semua ibadahnya, wajib maupun sunat.'' (HR Dailami)
Larangan kedua, berfoya-foya atau berpuas-puas diri harus pula dijauhi karena hal ini mengandung keburukan-keburukan yang amat banyak. Imam Ghazali menyebutkan sepuluh keburukan. Di antaranya, hati orang yang berbuat berfoya-foya menjadi keras dan mati. Ibarat tanaman, kalau terendam banjir, ia pasti mati. Berikutnya, ia cenderung lapar dan cenderung melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah. Berikutnya lagi, ia cenderung malas beribadah. Karena terlalu kenyang, ia menjadi berat hati dan malas melakukan kebaikan-kebaikan.
Dengan Puasa
Saat ini kita berada dalam bulan suci Ramadhan, Ramadhan disebut dengan syahr Tarbiyah, bulan pendidikan, atau bulan pelatihan, yaitu mendidik dan melatih manusia untuk mampu mengendalikan diri (nafsu)-nya.
Secara umum, para fuqaha mendifinisikan bahwa puasa adalah kegiatan menahan diri dari makan, minum dari mulai terbit fajar hingga terbenam matahari. Jadi konsep dasar puasa memang untuk perut. Bukan berarti mengenyampingkan yang lain, sebab jika hal ini tidak bisa dikendalikan, maka nafsu selainnya juga tidak akan terkendali ketika berpuasa. Seperti seseorang yang mampu menahan pandangannya ketika puasa, sementara ia tidak mampu menahan perut, seperti makan, minum, jelas puasanya batal.
Semoga puasa yang kita lakukan dapat memberikan kekuatan kepada kita untuk senantiasa mampu mengendalikan nafsu perut sesuai dengan perintah Allah, bukan hanya ketika berpuasa tetapi dalam setiap langkah kita menelusuri jalan pendek di dunia ini, sebagai langkah awal untuk senantiasa menyucikan diri.