Senin, Februari 15, 2010

Pagar Istana, Urgen atau Dramatisasi Kepentingan

Kurang peka, itulah kira-kira kesan yang ditunjukkan pemerintah kita akhir-akhir ini. Ditengah semakin merosotnya tingkat kepuasan public terhadap kepemimpinan Sby-Boediono (www. VIVAnews.com, Sabtu, 23 Januari 2010), mereka justru kembali menghambur-hamburkan uang Negara hanya untuk mebangun pagar Istana Negara.
Tidak tanggung-tanggung, anggaran yang di gunakan mencapai Rp 22,581 M. Dana sebanyak itu digunakan untuk, penyediaan dana keperluan renovasi pagar halaman dan pemasangan alat sekuriti di lingkungan Istana Kepresidenan.

Memperburuk citra
Menurut peneliti hukum dan politik anggaran Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam, menggunakan biaya sebesar 22,581 M untuk membangun pagar Istana itu sangat berlebihan. mengingat, jika di bandingkan dengan pembangunan pagar Monas yang luasnya mencapai 3 kali lipat Istana Presiden, hanya menghabiskan dana sebesar Rp 10 miliar. Patut dipertanyakan mekanisme tendernya bagaimana, karena proyek ini dilakukan tidak transparan
Tidak bisa di pungkiri, keamanan Istana sangatlah penting, namun membangun system proteksi dari Ancaman terhadap Istana ini, terlalu berlebihan. Mengingat terorisme identik dengan fasilitas asing ketimbang simbol-simbol negaranya sendiri. Selain itu Polri dan pihak Istana juga bisa berkoordinasi untuk lebih mengamankan Istana dan sekitarnya.

Ibarat menyiram api dengan bensin pembangunan pagar istana bukanlah solusi. Justru dengan cara menutup diri seperti ini akan menimbulkan kesan negative pemerintah dimata masyarakat, kecurigaan bahkan mungkin kebencian yang berujung pada terror dan tindak kekerasan. 

lupakah pemerintah dengan tragedi 11 september 2001, kurang canggihkah system keamanan Menara kembar (WTC) saat itu, sehingga dengan mudahnya kedua bangunan super ini diluluhlantakan dengan apa yang mereka sebut Terorris.
Pertanyaan yang terpenting adalah apakah membangun pagar Istana yang menghabiskan biaya super jumbo itu lebih baik dari pada system keamanan yang diterapkan di Word Trade Center?
Bangun Kembali
Umar bin Khattab adalah contoh tipelogi Pemimpin yang amanah, sebagai salah satu wujud sikap amanah beliau memilki sebuah ‘tradisi’ yang tidak semua pemimpin mau melakukannya. Apa itu?. Dia suka berkeliling –pagi, siang atau malam untuk memantau perkembangan dan keadaan dari masyarakat yang dipimpinnya. Saat memantau, dia lebih suka berkeliling sendiri tanpa pengawalan, bahkan dia sangat berani mengambil resiko untuk menyamar. Sehingga masyarakat yang ditemuinya tidak tahu bahwa yang sedang bersama atau kadang berbincang dengan mereka itu adalah seorang Khalifah bernama Umar bin Khattab RA.
Umar bin Khattab RA adlah pemimpin/ Pejabat yang sangat sadar bahwa kelak amanah itu harus dipertanggungjawabkan di “hari Akhir”. Sehingga Umar terbiasa dengan kegiatan berkeliling kota, sendirian. Ketika rata-rata penduduk Madinah terlelap tidur. Untuk mengetahui barangkali ada warga yang lapar, sakit, atau didzalimi pihak lain. Dia khawatir barangkali ada urusan orang yang luput dari perhatiaannya, sedangkan kelak Allah akan menanyainya tentang hal itu.
Ibrah yang dapat diambil dari sepenggal riwayat Umar diatas adalah bahwa seorang pemimpin Ideal adalah pemimpin yang sadar bahwa amanah yang digenggam sebagai pemimpin, pada saatnya akan dimintai pertanggung jawaban, sehingga yang ada dalam benak dan pikirannya adalah bagaimanapun caranya, demi kesejahteraan rakyat , harta benda, jabatan bahkan nyawa sekalipun, siap dikorbankan.
Demi melihat pemimpin yang hidup dan matinya dikorbankan, benar-benar untuk rakyat. Maka rakyat pun akan semakin percaya kepada pemimpinnya. Disaat kepercayaan itu sepenuhnya diberikan, bersamaan dengan itu rasa aman juga akan terwujud.
Itulah mengapa pada saat Umar menjadi Khalifah, beliau tidak butuh pengawalan apalagi pagar Istana karena memang tidak tinggal di Istana, sehingga dalam kehidupannya sebagai Khalifah dia tetap dekat dengan rakyat.

Di tengah kondisi rakayat yang sangat membutuhkan perhatian, pengayoman, kepedulian dan kepekaan social dari pemerintah, sudah seharusnya pemerintah menyelenggarakan pemerintahan yang benar-benar pro-rakyat. Pengentasan kemiskinan, penanggulangan bencana alam, mempererat kesatuan, menghindari perpecahan dan penegakkan keadilan seharusnya menjadi program pemerintah yang harus lebih dulu dan diutamakan.
Dengan adanya program-program pemerintah yang betul-betul pro-rakyat yang disertai dengan niat tulus ikhlas (tanpa pamrih), maka tingkat kepuasan dan tingkat kepercayaan amanah serta rasa hormat rakyat kepada pemerintah pasti akan terwujud. Dan tentunya, dengan ini semua, pemerintah akan terjamin keamanannya. Jangankan terror kekerasan, selentingan-selentingan senewen ala Si buya-pun tidak mungkin akan terdengar kembali.

COMMENTS :

Don't Spam Here

3 komentar to “Pagar Istana, Urgen atau Dramatisasi Kepentingan”

hmmmm I can't say anything, kita jalani aja, kita juga ndak tau apa rencana Bpk SBY ke depan, jng ikut-ikutan su'uzon kayak Metro

Kang Sugeng mengatakan...
on 

Sulit menemukan tandingan Amirul Mukminin Umar bin Khaththab. Namun kita berdoa semoga pemerintah kita saat ini bisa semakin baik, meski masih banyak kekecewaan yang ada.

Terima kasih sudah berkunjung, sobat.

annie mengatakan...
on 

se7 banget deh

Dream Competition mengatakan...
on 

Posting Komentar

 

Copyright © 2009 Fresh Themes Gallery | NdyTeeN. All Rights Reserved. Powered by Blogger and Distributed by Blogtemplate4u .